HL
| 26 October 2014 | 20:05
Dibaca:
2100
Komentar: 68
47
Susi Pudjiastuti di depan salah satu dari 50 pesawatnya (sumber foto : bisnis.inspiratif.blogspot.com)
Saya yang kemaren membahas jet pribadi (katanya punya) ratu lebay,
sekarang dengan kata tabik dimuka membahas seorang wanita yang
betul-betul memiliki lebih 50 pesawat. Nah ini baru keren.
Dialah Bu Susi Pudjiastuti telah diangkat menjadi Menteri kelautan dan perikanan di kabinet Jokowi.
Saya dulu tak tahu dengan Susi air, jadi tahu karena beberapa pilot
asingnya yang ratusan itu tinggal di gedung apartemen saya. Merekalah
yang menceritakan Susi air pada saya, dan waktu tsunami Aceh dimana
pesawat Susi Airlah yang pertama membawa bantuan kesana, saya sudah
mendengar tentang kiprah beliau.
Ibu 3 anak berusia 49 tahun ini tak tamat SMA, hanya mengantongi Ijazah
SMP saja, tapi merupakan usahawan gigih yang awalnya adalah pengepul
ikan di pangandaran. Setelah tidak lagi bersekolah, dengan modal Rp750
ribu hasil menjual perhiasan, pada 1983 Susi mengawali profesi sebagai
pengepul ikan di Pangandaran. Bisnisnya terus berkembang, dan pada 1996
Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine
Product dengan produk unggulan berupa lobster dengan merek “Susi Brand”.
Ketika bisnis pengolahan ikannya meluas dengan pasar hingga ke Asia dan
Amerika, Susi memerlukan sarana transportasi udara yang dapat dengan
cepat mengangkut lobster, ikan, dan hasil laut lain kepada pembeli dalam
keadaan masih segar.
Didukung suaminya, Christian von Strombeck, seorang Jerman yang lama
bekerja sebagai mekanik pesawat dan pilot di Indonesia, pada 2004 Susi
memutuskan membeli seharga Rp20 Miliar menggunakan pinjaman bank.
Melalui PT ASI Pudjiastuti Aviation yang ia dirikan kemudian,
satu-satunya pesawat yang ia miliki itu ia gunakan untuk mengangkut
lobster dan ikan segar tangkapan nelayan di berbagai pantai di Indonesia
ke pasar Jakarta dan Jepang. Dua hari setelah Tsunami di Aceh, Cessna
Susi adalah pesawat pertama yang berhasil mencapai lokasi bencana untuk
mendistribusikan bantuan kepada para korban yang berada di daerah
terisolasi. Peristiwa itu mengubah arah bisnis Susi. Di saat bisnis
perikanan mulai merosot, Susi menyewakan pesawatnya itu yang semula
digunakan untuk mengangkut hasil laut untuk misi kemanusiaan.
Atas segala dedikasinya, perempuan yang lahir di Pangandaran, 15 Januari
1965 ini menerima berbagai penghargaan pribadi, seperti Pelopor Wisata
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan “Young Entrepreneur
of the Year dari Ernst and Young Indonesia” pada 2005.
Selain itu, ia juga pernah menerima penghargaan “Primaniyarta Award for
Best Small & Medium Enterprise Exporter” dari Presiden Republik
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, dan sederet penghargaan lainnya.
Nah saya mengangkat soal beliau ini karena ada banyak diskusi di
facebook yang seakan melecehkan gak tamat SMA jadi menteri. Sebelum
bicara musti kita lihat dulu pencapaian beliau ini. Tak tamat SMA saja
bisa punya 50 pesawat, nah kalau tamat, gawat donk, bisa boeing atau
airbus dibelinya, nah yang pada protes, dah punya 1 pesawat belum, atau
udah pernah nyewa belum ?…protes aja, lihat dulu positifnya.
Kalau orang gak bergelar dan bisa sukses seperti ini, bukankah
seharusnya kita bangga diangkat menjadi menteri, berarti keberhasilan
seorang swasta yang mulai dari bawah itu dihargai, dilirik dan pantas
dijadikan contoh, diharapkan dapat mempiloti perikanan kita menjadi
sukses seperti beliau juga. Bukan karena nanti mau minta sewa pesawat
gratis sama beliau kaleee…
Kalau gak tamat SMA terus pengangguran gak jadi apa-apa dan tiba-tiba
diangkat jadi menteri boleh deh protes, ajak saya tar saya ikutan mrotes
kalau ada yang ginian…
Nelayan jadi makmur hasil ikannya bisa diekspor dan bukan dijual di
daerahnya saja, nah bu Susi ini sudah melakukan itu. Ada cara-cara
beliau yang out of the box yang pantas dilihat bahwa pemikirannya itu
berhasil.
Dicurigai pula, kenapa pilotnya banyakan orang asing, beliau bilang :
Susi memiliki alasan mempekerjakan ratusan pilot asing. Ia menyebut
terjadi defisit kebutuhan pilot lokal karena sekolah penerbangan di
Tanah Air tidak mampu menyediakan sesuai permintaan industri Indonesia
yang terus tumbuh.
“Kalau lihat industri, kita butuh 2.000-3.000 pilot baru per tahun. Itu
kondisi sekarang yakni artinya Lion dan Garuda beli pesawat lagi. Kalau
di dalam negeri hanya mampu cetak 600-800 pilot,” paparnya.
Tantangan lainnya adalah ketika Susi Air berencana mendirikan sekolah
penerbangan atau flying school, muncul aturan yang menghambat. Selain
itu, pilot senior juga enggan menjadi pengajar karena gaji instruktur
lebih kecil dibandingkan menjadi penerbang.
“Persoalan yang lain, buka flying school saja susah karena instruktur nggak ada,” ujarnya.
Kalau kata Pak Dahlan Iskan di blognya (ditulis tahun 2011) :
Pilot-pilot Susi Air, ujar Susi kepada saya suatu saat, mau mengerjakan
semua hal yang terkait dengan pesawatnya: mengangkat bagasi, menutup
pintu, mencuci pesawat, dan menjadi pramugarinya sekalian. Ini sama
dengan sikap Susi sendiri yang senang mengerjakan apa saja. Meski
seorang bos besar, dia biasa melakukan pekerjaan yang remeh-temeh.
Pernah saya terbang dengan Susi Air dari Dobo di Maluku Tenggara. Di
situlah saya pertama kenal dengan dia. Semula saya pikir dia karyawan
biasa. Dia bertindak seperti petugas ground dan ketika ikut terbang di
psesawat itu dia yang melayani penumpang. Saya kagum ketika akhirnya
tahu dialah bos besar Susi Air. Orangnya cekatan, cerdas, antusias,
bicaranya blak-blakan, suaranya besar, agak parau, dan sangat tomboi.
Susi sangat bangga menjadi wanita Sunda yang lahir dan besar di
Pangandaran, pantai selatan Jabar, yang bisa menjadi bos dari begitu
banyak orang asing. Dia juga begitu bangga bisa mengabdi untuk republik
dengan pesawat-pesawatnya. Baik sebagai jembatan daerah terisolasi
maupun saat menjadi relawan waktu tsunami. Dia juga begitu bangga dengan
desa kelahirannya, sehingga kantor pusat Susi Air dia pertahankan tetap
di Desa Pangandaran yang jauh dari Jakarta. Termasuk di desa itu pula
pusat pelatihan pilot dan peralatan simulasinya yang canggih.
Ini sama dengan kata pilot-pilot Susi air yang saya kenal di apartemen saya, katanya suka turun langsung melayani penumpangnya.
Nah bagus dunk, sama kayak Pak Jokowi, mau masuk gorong-gorong, mau
turun ke lapangan, mau melayani. Bukannya duduk aja dilayanin, padahal
bos besar……..
Ini juga mungkin jadi pertimbangan memilihnya, kesuksesan, kegigihan ,
kerja nyata, ide out of the box, bersentuhan langsung dengan rakyat
kecil nelayan.
Kalau saya sih bangga betul pada bu Susi ini, Srikandi dalam menjalankan
usahanya. Kalau bagus kenapa tidak jadi menteri, ya kasih kesempatan
dulu donk sebelum dikritik ini itu, sekolah gak jelas, ngaca dulu
sebelum ngomong, kita ki sopo, lebih hebat dari beliau apa, pernah
nolongin nelayan di pangandaran agar sejahtera apa…
Ada lagi nih, suaminya orang asing, ntar gak nasionalis katanya jadi
antek asing lagi wkwkwkw, kayaknya gak segitunya deh seorang wanita
sukses begini bisa disetir sapa-sapa. Lagian masak gara- gara pernikahan
dengan bangsa tertentu jadi terhambat kiprah, jadi dilarang berbakti
pada negara sebagai menteri, emang ada peraturannya ? keluarin dulu
undang-undangnya baru protes, melanggar undang- undang mengangkat orang
Indonesia yang punya pasangan orang asing sebagai menteri, kalau ada UU
nya boleh deh siap bakiak demo. Kalau asing emang kenapa, takut amat. Bu
Susi ini bukan berhasil nebeng sama suaminya, bu Susi ini berhasil dan
sukses ya karena kapasitas dirinya sendiri, jangan disamakan sama artis
dodol kawin ma bule biar tenar……jauh itu !!
Beri kesempatan, gak mungkin pak Jokowi dan Pak JK mau menjerumuskan
diri sendiri dengan memilih menteri abal-abal dari kalangan
professional/pengusaha, jangan terlalu sinis dan pesimis jadi orang,
beri kesempatan, beri doa yang baik, mudah-mudahan bekerja dengan baik.
Kalau gak baik kan gampang didemo, diprotes, dilempar telor busuk, kan
banyak caranya. Tapi untuk saat ini ucapkanlah selamat dulu, sambil
terus mengawal pemerintahan baru.
Selamat bekerja pada Bu Susi Pudjiastuti dan para menteri lain yang duduk di kabinet, semoga amanah untuk rakyat, amin.