OPINI | 13 June 2014 | 16:30 Dibaca: 123 Komentar: 5 6
Tantangan Akil Mochtar pada JPU
Tipikor agar dihukum mati adalah tindakan yang patut diperhatikan.
Biasanya, seorang terdakwa dan pesakitan akan was-was menghadapi
tuntutan hukuman. Namun, itu tak terjadi pada Akil Mohtar - sang
terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang bersama Tulek Wawan dan Ratu
Atut. Benarkah aksi menantang untuk dihukum mati akibat kekuatan Mafia
Hukum di belakang Akil Mochtar? Mari kita lihat dengan seksama.
Akil Mochtar bukanlah orang sembarangan.
Mantan politisi dan anggota DPR dari Golkar ini memiliki rekam jejak
mencuri uang negara dengan sangat canggih. Untuk menyimpan uang, Akil
Mochtar sangat teliti dan jarang secara langsung menyimpan uang dalam
rekening atas nama Akil Mochtar dan keluarganya: istrinya. Akil
memanfaatkan teman, orang tak jelas untuk menyimpan uang hasil korupsi.
Selain itu, bahkan saking banyaknya
uang, maka Akil pethakilan menyimpan uang di dinding ruang karaoke.
Mahfud MD mengaku tak tahu ada dinding uang di ruang karaoke milik Akil
Mochtar yang berjumlah ratusan miliar rupiah.
Jaringan bisnis pencucian uang Akil
Mochtar hanya terungkap satu yakni perusahaan atas nama istrinya.
Praktik pencucian uang Akil Mochtar bekerjasama dengan Ratu Atut dan
Tulek Wawan berlangsung sudah sejak lama. Ratu Atut dan Tulek Wawan
sama-sama kader Golkar dan sangat rapi dalam bekerja mencuri uang.
Pertemuan Tulek Wawan, Akil Mochtar dan Ratu Atut secara berkala sejak
tahun 2003 menunjukkan kedekatan mereka.
Tindakan Akil Mochtar yang sangat berani
dan pede menantang JPU Tipikor tampaknya bukanlah tantangan biasa.
Dipastikan tantangan Akil Mochtar didasari oleh keyakinan bahwa Mafia
Hukum yang bekerja untuk dirinya pasti akan menaklukkan JPU Tipikor.
Preseden merosotnya jangka waktu hukuman penjara untuk Rudi Rubiandini
yang hanya dihukum kurang dari hukuman terhadap ustadz bejat pengkhianat
bangsa agama dan negara Luthfi Hasan Ishaaq, menjadi bukti bekerjanya
Mafia Hukum.
Mafia Hukum telah bekerja dengan
sempurna karena menghukum Rudi Rubiandini dengan hukuman ringan. Merasa
Mafia Hukum yang bekerja untuk Akil Mohtar, Ratu Atut - sampai saat ini
harta sitaan Ratu Atut belum menyentuh property seperti Hotel Ratu
Bidakara, Water Park, yang menjadi proyek mercusuar kekayaan Ratu Atut -
dan Tulek Wawan yang juga dituntut sangat ringan menjadikan Akil
Mochtar melecehkan dan meledek KPK c.q. JPU Tipikor, serta meledek
rakyat Indonesia.
Rakyat dan JPU Tipikor sebaiknya
meresponse sesuai kapasitas dan kewenangan untuk melahirkan
yurisprudensi hukuman baru bagi koruptor lewat koruptor Akil Mochtar.
Yurisprudensi hukum untuk menuntut hukuman mati bagi Akil Mochtar
diperlukan untuk membuktikan bahwa KPK dan JPU KPK tidak sedang ‘masuk
angin’ akibat intervensi Mafia Hukum. Tantangan Akil Mochtar untuk
dihukum mati bukan hanya membuktikan Mafia Hukum masih merajalela, namun
membuktikan bahwa KPK pun tampaknya terintervensi oleh Mafia Hukum.
Buktinya tuntutan hukuman penjara untuk Rudi Rubiandini sangat jauh
dibandingkan dengan tuntutan kepada koruptor sampah bejat pengkhianat
negara ustadz Luthfi Hasan Ishaaq dan bahkan koruptor Al Qur’an duet
maut anak-bapak Dandy Prasetyo dan Zulkarnaen Djabar.
Jadi, JPU sebaiknya benar-benar menuntut
Akil Mochtar hukuman mati agar (1) tuduhan terhadap KPK telah
diintervensi oleh mafia hukum terbantahkan, (2) menjadi preseden dan
yurisprudensi hukum dan hukuman mati bagi koruptor, (3) menaikkan
martabat hukum di depan rakyat yang selama ini hukum dibeli oleh yang
memiliki uang.
Salam bahagia ala saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar