Jumat, 24 Oktober 2014

Puisi Menolak Korupsi (ENTAH)















ketika dicanangkan hari korupsi di negeri ini
dan dijadikan hari libur nasional
pastilah diperingati dengan sangat meriah
para koruptor dari segenap penjuru berpesta
rayakan hari keculasan dengan penuh gempita

lihatlah arak-arakan karnaval
dengan kibaran panji-panji kesuksesan
yang tunjukkan posisi mereka
dengan iringan marching band
yang nyanyikan lagu keserakahan
dengan parade kekayaan
yang diperoleh dengan beragam cara
dengan lenggak-lenggok wanita simpanan
yang penuh senyum memabukkan
lihat dan lihatlah,
tak ada warna-warni pakaian
tak ada gemerlap busana kebesaran
semua telanjang tanpa sehelai benang
tak ada rasa pilu
tak ada rasa malu
sebab telanjang bukan karena sengsara
namun hanya sekedar tanda
bahwa urat rasa malu telah sirna
dari sanubari mereka
lihatlah hanya hiasan mungil di setiap leher
yang tunjukkan profesi asalnya
leher berdasi bagi pejabat dan pengusaha
yang gila harta
leher berhias mulut dan lidah bagi politisi
yang mementingkan diri sendiri
leher berkalung sorban bagi yang bergaya kyai
yang terus menzikirkan uang
sementara para penyair hanya mampu menebar kata
dari jeritan rakyat miskin yang menjadi korban
yang menyaksikan semua dengan rasa perih
dengan rintih kesakitan yang tak mungkin terdengar
oleh telinga tuli mereka
haruskah azab Allah seperti yang ditimpakan
pada kaum Nabi Luth dan Nabi Nuh
yang mampu mengakhiri kebiadaban mereka?
akhirnya, jerit tangis rakyat miskin
berubah zikir yang begitu dahsyat
menjadi doa orang-orang teraniaya yang dikabulkan
membahana hingga getarkan langit dan bumi
dan sorak sorai gempita karnaval berubah jeritan menyayat
saat langit dan bumi menghentikan ulah mereka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar