Minggu, 12 Oktober 2014

Pukul 12:00 WIT, 7 Suku Pemilik Ulayat Hentikan Produksi Freeport Indonesia


Penulis : Admin MS | Selasa, 07 Oktober 2014 22:06 Dibaca : 1175    Komentar : 9
Produksi PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Mimika, Papua. Foto: Ist

Timika, MAJALAH SELANGKAH --
 Karyawan PT Freeport Indonesia (FI) di Tembagapura, Mimika Papua asal 7 suku pemilik hak ulayat yang tergabung dalam Tim Pemberdayaan 7 Suku mengancam akan memberhentikan proses produksi tambang emas terbesar di dunia itu pada malam ini, Selasa (07/09/14), Pukul 12:00 WIT. 

Kepada majalahselangkah.com, sore tadi, Sekjen Tim Pemberdayaan Tujuh Suku, Manase Egedy Degey mengatakan, waktu yang telah diberikan pihaknya kepada PT FI sejak 9 September 2014 lalu untuk membentuk "Departemen Pemberdayaan Tujuh Suku" akan berakhir Pukul 12:00 WIT hari ini.

"Sore ini, kami kirimkan pernyataan terakhir dari kami kepada manajemen Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc di kantor Pusat di New Orleans Amerika Serikat, yaitu Chairman of the Board, James R. Moffett dan President CEO (Director), Richard C. Adkerson. Kami juga kirimkan kepada manajemen PT Freeport Indonesia di Jakarta, Rozik Soetjito  dan di Tembagapura," tuturnya. 

"Kami akan tunggu tanggapan mereka sebelum jam 12:00 WIT malam. Kalau lewat, kami sepakat untuk hentikan proses produksi. Kami punya hak karena ini kami punya tanah keramat," kata dia.

Dia menjelaskan, pada 9 September 2012 lalu, pihaknya dipimpin Koordinator Pemberdayaan Tujuh Suku, Jecky Amisim, bersama pelaku sejarah masuknya Freeport Indonesia di Timika teleh bertemu President CEO (Director), Richard C. Adkerson di Jakarta dan telah menyerahkan proposal pemberdayaan tujuh suku pemilik ulayat melalui "Departemen Pemberdayaan Tujuh Suku". 

"Saat itu, dia (Richard C. Adkerson) bilang, tujuh suku kompeten, kompeten, kompeten. Dia sampaikan ulang-ulang tiga kali. Karena kami jual program, kami bukan minta uang atau jual nilai tujuh suku,"  katanya.

"Anis Natkime dan Victor Beanal bicara langsung kepada Richard C. Adkerson dan Rozik Soetjito dengan diterjemahkan oleh Jecky Amisim. Anis Natkime adalah anak sulung dari Tuarek Natkime (Kepala Suku Besar Suku Amungme, pemegang Hak Ulayat FI). Anis Natkime sebagai anak sulung telah menerima ahli waris Tuarek Nakime," jelasnya.

Jadi, kata Degey, Victor Beanal dan Tuarek Nakime adalah dua tokoh yang pertama kali menerima Freeport di wilayah keramat. Mereka adalah saksi sejarah dalam "PT Freeport Indonesia's January Agreement of 1974 with the Amungme".  

Pada saat itu, jelas Sekjen Tim Pemberdayaan Tujuh Suku ini, Anis Natkime dan Victor Beanal menyampaikan kepada Richard C. Adkerson dan Rozik Soetjito bahwa, "Yang mogok waktu lalu adalah SPSI. Tetapi, kalau Richard tidak terima usulan kami tujuh suku maka, saya akan tutup."

"Catat, hari ini tanggal 9 September 2012. Kalau Pak Richard dengar dari New Orleans bahwa Freeport Indonesia tutup, maka itu saya yang tutup," kata dia mengutip Jecky Amisim yang menerjemahkan apa yang disampaikan Anis Nakime dan Victor Beanal.

Visi Tim Pemberdayaan Tujuh Suku, kata Degey, memberdayakan tujuh suku untuk memiliki Freeport Indonesia. Kemudian, misinya adalah manusia memanusiakan manusia lain untuk melawan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, agar karyawan dapat diberdayakan dan dikembangkan untuk mendapatkan kompetensi.

Degey menegaskan kembali, "Kami punya konsep pengembangan dan pemberdayaan karyawan tujuh suku. Kami bukan asal-asalan. Ini ada kajian dan konsep untuk diterapkan, kami hanya minta pembentukan satu 'Departemen Pemberdayaan Tujuh Suku' dalam Freeport Indonesia, bukan di luar Freeport Indonesia," katanya.

Ketua Komisi A DPRP Papua, Ruben Magai ketika dimintai keterangan soal rencana pemberhentian produksi ini sore tadi mengatakan, pihaknya sebagai anak adat mendukung upaya yang dilakukan Tim Pemberdayaan Tujuh Suku.

"Freeport sudah masuk di wilayah tujuh suku. Sekarang Freeport mau buat apa untuk mereka? Kan, Freeport sudah akui tujuh suku to," tuturnya.

Diketahui, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc atau Freeport NYSE: FCX adalah salah satu produsen terbesar emas di dunia. Perusahaan Amerika ini memiliki beberapa anak perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia, PT Irja Eastern Minerals and Atlantic Copper, S.A.

Perusahaan Amerika Freeport Sulphur yang bermarkas di New Orleans adalah perusahaan asing pertama yang memperoleh ijin usaha dari pemerintah Indonesia pada tahun 1967, setelah kejatuhan Presiden Soekarno oleh Presiden Soeharto.

PT Freeport Indonesia merupakan pengelolah Tambang Grasberg di Papua, Indonesia, yang merupakan salah satu tambang emas terbesar di dunia. Tambang ini juga mengandung tembaga dan perak untuk pasar dunia. Bagi rezim Soeharto, Freeport adalah faktor penting baik di bidang politik dan ekonomi.

Presiden Soeharto menggambarkan Freeport sebagai perusahaan pembayar pajak terbesar, investor terbesar dan terlibat dalam kegiatan sosial terbesar di Indonesia. Dari segi metode pertambangan dan segi investor asing, adalah perusahaan yang paling kontroversial (Baca selengkapnya, Klik). (GE/003/MS) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar