Jumat, 10 Oktober 2014

TMDPPDJ Nilai Pernyataan Gubernur Lecehkan Jayawijaya

Friday, 21-02-2014

Jayapura (SULPA) – Tim Mahasiswa dan Pemuda Peduli Demokrasi Jayawijaya (TMDPPDJ) menyesalkan pernyataan gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH.
      Disebutkan, adanya penghambatan terhadap proses pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) oleh Bupati Jayawijaya, Jhon Wempi Wetipo dan masyarakat Jayawijaya menyandera KPU Papua.
     Menurut Ketua TMDPPDJ, Edison Wetapo, SIP, seharusnya gubernur tidak mengeluarkan pernyataan seperti itu dan melihat persoalan secara jernih dan memfasilitasi rakyat dan KPU untuk menyelesaikan persoalan.
       “Pernyataan Gubernur itu adalah melecehkan kami rakyat Jayawijaya,” katanya dalam keterangan pers di Prima Garden Abepura, Kota Jayapura, Kamis(20/2/2014).
     Menurut dia, komisioner KPU Jayawijaya harus mengakomodir Agus Marian dan Elvis Karoba, sebab jika tidak Pemilu Legislatif di Jayawijaya tetap diboikot.
     Sekretaris Tim Festus Asso menduga ada kepentingan partai Demokrat dalam pemilu 2014 di balik pernyataan gubernur.
       “Rakyat Jayawijaya punya andil besar untuk Lukas Enembe menjadi Gubernur Papua, tapi kenapa tidak  ada keberpihakan kepada rakyat Baliem, itu kami kecewa. Kami lihat ini kepentingan gubernur, dan Wakil Bupati Jayawijaya. Prinsipnya kami mau Pileg berjalan, hanya saja kami mau orang asli Jayawijaya diperhatikan dalam Komisioner KPU Jayawijaya. Gubernur bilang dukung KPU, berarti gubernur juga gagalkan Otsus Plus,” ujarnya.
     Menurut dia, rakyat Jayawijaya tidak menyandera KPU, malah KPU Provinsi Papua yang mau berkantor di Polda.
     Sesuai UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, UU No.15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilihan umum netralitas, indepensi dan intgritas anggota KPU merupakan perintah undang-undang yang harus dipatuhi dalam penyelenggaraan pemilihan umum guna menciptakan pemilu yang berkualitas. Untuk itu, KPU bebas dari intervensi siapa-siapa.
      KPU dinilai telah diintervensi oleh penguasa daerah untuk menentukan calon anggota KPU terpilih Jayawijaya pada test fit dan proper tes.
     Karena itu, timbul penolakan dari 334 kampung dan 40 distrik dan TMDPPDJ menolak hasil keputusan KPU Provinsi Papua.
       Ditetapkannya Benyamin Antoh dan Markus Way sebagai anggota KPU Jayawijaya dinilai sebagai pelanggaran terhadap UU No. 15 Tahun 2011, karena tidak melalui tahapan seleksi, tidak lolos  10 besar, dan Agus Marian dan Elvis Karoba putra asli yang masuk pada kategori 10 tak lolos.
      “Tidak mengakomodir kepentingan putra daerah Baliem sesuai dengan amanat UU No 21 Tahun 2001. Gubernur Papua sebagai pelaksana UU No. 21 Tahun 2001, gagal dan sengaja menggagalkan uu Otsus Papua dan tidak berpihak pada rakyat Jayawijaya, yang memberikan dukungan penuh pada Pemilukada lalu, dan justru berpihak pada kepentingan partai politik,seperti pernyataan gubernur,” ujarnya.
     Seperti diberitakan media lokal di Papua (20/2/2014) yang dikatakan gubernur bahwa bupati Jayawijaya sengaja menahan poses pelantikan Komisioner KPUD Jayawjaya demi kepentingan tertentu dinilai tidka benar.
       “Beberapa waktu lalu kami demo di Wamena, bahkan di Kantor KPU Provinsi Papua menyalurkan aspirasi seluruh lapisan rakyat Jayawijaya,  bukan kepentingan Partai politik atau elit politik pemangku kepentingan yang ada di daerah ini,” katanya.
     Karena itu, dalam pernyataan sikapanya, mereka menilai keputusan KPU provinsi Papua terkait penetapan anggota KPUD Jayawiaya terpilih adalah  inkostitusional, sebab tidak melalui tahapan seleksi yang benar dan tidak mengakomdir  anak pribumi yang sudah memenuhi syarat.
     KPU Papua diminta revieuw kembali keputusan tentang penetapan calon anggota KPUD Jayawijaya terpilih dan mengakomodir  Agus Marian dan  Elvis Karoba sebagai calon Anggota KPUD Jayawijaya menggantikan posisi  Benyamin Antoh dan  Markus Way.
     Apabila tuntutan mereka tak direspons, maka pemilu di Pegunungan Tengah terancam digagalkan.
     Intelektual Jayawijaya, Amos Asso, mengatakan, “DPRP dengan mengakomodir UU Otsus Plus, tetapi kalau tidak melihat persoalan anak daerah, maka kami kaum intelektul Jayawijaya menganggap itu gagal, bahkan publik Papua. Semua apapun kebijakan daerah, itu sudah diatur undang-undang, jadi seorang gubernur tidak boleh intervensi daerah,” imbuhnya.
      Sementara Pemuda Jayawijaya, Herry Wetapo, mengatakan, “kami meminta KPU Papua segera mengakomdir 10 besar anak-anak asli Jayawijaya dilantik. Ini era Otsus, tetapi kenapa mereka dari luar daerah masuk ke Wamena, kami anak asli Jayawijaya sudah mampu. Jika anak asli tidak dilantik, maka boikot pemilu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar